Oleh: Imm. Nur Cholis*
(Dimuat di Harian Rakyat Sultra edisi 2 Oktober 2017)
Islam menjadi agama yang universal, akan tetapi islam bukan hanya menjadi jembatan untuk mengenal Sang Pencipta, dan islam tidak hanya untuk pelaksanaan ibadah kepada Tuhan. Melainkan islam merupakan bentuk pelaksanaan kebajikan antara sesama makhluk, dan alam ciptaanNya. Dalam telaah islam menjadi suatu konsepan yang utuh sehingga kerap menimbulkan perdebatan ideologis filosofis dalam hubungannya dengan negara. Konteks saat ini perdebatan antara kaum muslimin dan nasionalis tak kunjung usai membahas ideologi pancasila dan islam serta memiliki sudut pandang yang berbeda. Perdebatan antara kedua kutub ideologis sudah mulai diperdebatkan sejak masa awal kemerdekaaan, ketika merumuskan dasar negara, masa Demokrasi Liberal ketika terjadi sidang Konstituante yang merumuskan landasan dasar negara sebelum akhirnya Presiden Soekarno memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Perdebatan antara dua kutub ideologis tidak saja berhenti pada tataran negara akan tetapi juga muncul pada tataran masyarakat yang meyakini Pancasila sebagai sebuah konsep final dan bulat, dan kutub lain yaitu kutub yang memperjuangkan konsep Islam sebagai konsep yang harus diletakkan dan diperjuangkan sebagai landasan filosofis negara.
Diskursus islam dan pancasila sebagai ideologi menjadi suatuhal yang menarik untuk di kaji. Melihat islam sebagai ideologi tentunya islam mengacu kepada supfermasi hukum sebagai grundnorm dalam konsep hukum islam Mengkaitkan keduanya dengan membedah sila serta ayat memiliki tujuan untuk melihat titik taut selain itu juga dikaji apakah terdapat benturan filosofis diantara keduanya. Nilai pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang maha Esa” yang menduduki urutan pertama dalam pancasila. Sila pertama kerap menimbulkan pertanyaan secara fundamental mengenai siapakah yang di maksud dari Ketuhanan yang maha Esa ? Secara historis bangsa indonesia tidak hanya di huni oleh satu etnis suku, ras, dan agama tetapi beragam etnis. Budaya bangsa indonesia sejak penyembahan roh nenek moyang dan dewa dewa ini mengacu pada konsep polithesisme dan pengakuan tunggal atas Tuhan. Uraian di atas memberi pandangan bahwa masyarakat indonesia dengan spirit religiusnya mengakui keberadaan tuhan dalam bentuk beragam keyakinan dan menolak faham ketidak adanya tuhan (Atheisme). Jika di telaah mengenai konsepan Ketuhanan yang maha Esa ini menjadi konsepan pra islam. Konsepan pra islam yang di maksud adalah kepada animisme dan dinamisme kemudian bergerak pada masa keyakinan Hindu dan Budha yang menyembah banyak dewa-dewa. Bila di komper paham ideologi pancasila dan islam maka sila pertama dengan bunyi Ketuhanan yang maha Esa di adopsi pada nilai dan spirit Al-quran yang berbunyi “Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa” (Qs.an-Nahl [16]: 22), “Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan, hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa (Qs.an-Nahl [16]: 51). Dari pandangan di atas bahwasanya islam menerapkan hanya ada satu Tuhan yaitu Allah. Penetapan ideologi ketuhanan islam dalam sila pertama pancasila adalah tepat mengingat bahwa Islam telah berkembang sebagai agama nusantara yang mewarnai kehidupan manusia nusantara sejak lama hingga kini dan adanya toleransi dari islam utuk menganut agama lain selain islam serta perlu di ketahui bahwa ajaran agama islam tidak pernah memaksa seseorang untuk menganut agama islam itu sendiri.
Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” menunjukan bahwa kesadaran atas bentuk penghargaan nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, ras, agama, bangsa dan negara. Cerminan dari sila kedua adalah nilai kemanusiaan menolak sikap mementingkan kebenaran dirinya dengan manusia lainya. Penghargaan atas manusia ini menuntut sikap perilaku manusia yang adil. Adil terhadap dirinya, adil terhadap manusia lainnya, karena adil adalah sifat Tuhan. Sila Ketuhanan yang maha Esa telah mengilhami sila berikutnya yang mencerminkan bahwasanya manusia harus bersikap adil dan mempunyai moral yang tinggi, dengan kata lain yaitu beradab. Dalam konteks kemanusiaan yang adil dan beradab maka islam juga turut memasukan nilai dasar yaitu sifat adil yang merupakan sifat utama Allah Swt yang wajib diteladani oleh manusia. Dalam Quran Surah an-Nahl [16]:90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran” maka sudah menjadi keharusan bagi setiap manusia yang bersikap adil dan beradab kepada orang lain. Penjelasan Al-quran di atas menjadi cikal bakal lahirnya pancasila di sila ke dua.
“persatuan indonesia” sila ketiga mempunyai makna yang besar bahwa sanya bangsa indonesia harus tetap bangkit dari beragam perbedaan etnis, ras, suku, dan agama. Menjadi spirit semangat nasionlais bangsa indonesia yang lahir dari beragam perbedaan. Sejatinya pandangan dalam islam mengenai perbedaan menjadi suatu rahmat yang di berikan oleh Allah, sehingga perbedaan bukan untuk terpecah belah melainkan untuk menjadi suatu kesatuan. Penghargaan atas keberagaman dalam persatuan dalam Islam tergambar jelas dalam firman Allah Swt “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Qs. al-Hujuurat [49]:13). Spirit wahyu di atas tergambar jelas akan ciptaan Tuhan dari perbedaan menuju satu kesatuan yang kokoh. Konteks masyarakat indonesia yang terdiri dari beragam suku, dan budaya hendaknya menjadi kesadaran bahwa hidup bersama dalam perbedaan bukan berati alasan untuk terpecah belah melainkan sebuah Rahmat dari Tuhan untuk mengenal satu sama lainnya. Masyarakat dan bangsa indonesia menciptakan kesadaran dalam sikap batin akan kesamaan nasib yang menyatukan semua komponen anak bangsa dalam sebuah semangat Nasional. Faham nasionalisme dalam konteks Islam juga dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika mengadakan sebuah perjanjian perdamaian dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam Madinah memuat hubungan persaudaraan antara Kaum Muslimin dengan Kaum Yahudi yang tinggal bersama di kota madinah.
“Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan permakilan” sila keempat merupakan konsepan bangsa indonesia, yang mana dalam setiap penyelesaian masalah atau mengatur kebijakan hendaknya dengan musyawarah. Lalu permusyawaratan perwakilan memiliki arti bahwa setia musyawarah yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat kerap di lakukan musyawarah yang di hadiri oleh wakil-wakil rakyat. Konteks dalam islam maka islam adalah agama yang mengutamakan kemaslahatan umat, dengan demikian menjadi logis bahwa Islam mengutamakan musyawarah dan kerjasama konstruktif untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Allah juga telah menjelaskan dalam Al-quran yang berbunyi “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs.Ali Imran [3]:159). Islam mewarnai nilai-nilai ideologi bangsa melalui proses bermusyawarah dalam penyelesaian setiap masalah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Mengedepankan akal sehat dengan proses-proses dialog dibandingkan mengutamakan kekerasan yang berdampak pada kehancuran. Proses nilai-nilai musyawarah yang demokratis ditunjukkan oleh Rasulullah Saw ketika menerima pendapat para sahabat Nabi karena para sahabat lebih mengetahui urusanurusan tertentu dibandingkan Beliau sendiri. bahkan sikap demokratis Beliau juga diikuti oleh para sahabat ketika melakukan proses pemilihan Khalifah sebagai pemimpin umat pengganti Rasulullah Saw.
Dan sila yang terakhir berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” sila kelima berbicara mengenai penyamarataan bentuk kesejahteraan, keadila, dan sebagainya bagi seluruh rakyat indonesia tanpa memandang warna kuli, ras, suku, dan agama. Di dalam sila kelima islam menjelaskan bentuk masyarakat yang berkeadilan. Allah Swt berfirman dalam Qs. Az-Dzariyat [51]:19: “Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”. penjelasan ayat di atas secara fundamental menegaskan bahwasanya harta hendaknya beredar secara merata, tidak adanya perbandingan kelas, dan adil. Allah memberikan rezeki kepada setiap manusia tidak bersifat absolut, melainkan perlu di ketahui bahwa harta yang di berikan kepada Allah kepada manusia juga terdapat sebahagian harta bagi orang miskin dan anak yatim. Penegasan islam dalam penyamarataan keadilan sosial menantang keras bagi mereka yang kerap menimbun harta. Konsep pemusatan harta hanya di tangan golongan tertentu tidak dapat diterima, karena akan menimbulkan ketimpangan ekonomi yang menjadikan jurang pemisah antara kaya dan miskin semakin lebar. Keadilan sosial adalah tujuan terciptanya keadilan dalam Islam, Islam menolak konsep kapitalisme yang memusatkan harta hanya di tangan para pemilik modal. Islam adalah agama adil, karena keadilan adalah sifat Tuhan dan berbuat akan mendekatkan diri setiap hamba kepada Tuhan. Konsep keadilan sosial dalam Islam juga berbeda dengan keadilan sosial dalam sistem sosialisme. Keadilan sosial dalam Islam memiliki basis tauhid, dimana Allah Swt sebagai Maha Pencipta menciptakan segala benda bagi kesejahteraan umat manusia.
Maka menjadi suatu kesimpulan bahwasanya Islam dan Ideologi pancasila bukan menjadi dua ideologi yang bersebranga, melainkan menjadi sebuah dialektika atau perpadua yang konkret. Islam adalah sebuah ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan sekaligus kemanusiaan dan kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai fondasi dalam ideologi Pancasila. Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai Islam telah masuk ke dalam Pancasila yang hingga kini digunakan sebagai ideologi bangsa Indonesia. Perdebatan antara golongan Islam dan golongan Nasionalis harus menyadari bahwasanya Islam dan Pancasila mampu menciptakan proses dialogis, sehingga tak perlu lagi dibenturkan dalam dua ideologi yang saling bertolak belakang sekaligus berhadap-hadapan. Perlu pemahaman dan kesadaran dalam pemaknaan hubungan antara islam dan pancasila. Proses dialogis antara islam dan pancasila menjadi suatu perjalanan yang panjang dalam sejarah indonesia. memang pancasila bukan islam, akan tetapi nilai dari pancasila mencerminkan ruh, dan pancasila memperoleh kehidupannya dari islam.
*Cholis adalah kader IMM Renaissance angkatan 2015. Saat ini ia aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai anggota Divisi Sospol. Tulisannya sering dimuat di banyak media cetak dan online. Opini ini adalah salah satunya.