Hari Ibu Nasional diperingati setiap tanggal 22 Desember, kini banyak masyarakat Indonesia yang memaknai hari ibu sama halnya dengan Mother’s day seperti di Amerika yang memperingati Hari ibu dengan menyatakan rasa cinta terhadap para ibu, berswafoto dengan ibu, tidak jarang bahkan hari ibu dirayakan dengan berbagai acara perlombaan seperti lomba memasak maupun lomba memakai kebaya dan lain-lain. Padahal, ditetapkannya hari ibu nasional untuk mengapresiasi semangat perjuangan perempuan Indonesia dalam meningkatkan kesadaran atas haknya. Faktanya hari ibu nasional mengalami pergeseran makna. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, mengingat hari ibu merupakan momentum pemantik semangat tidak hanya bagi perempuan saja tetapi seluruh lapisan masyarakat yang bergerak bersama untuk memperjuangkan peningkatan kualitas hidup perempuan.
Peringatan hari ibu di Indonesia sejatinya lebih dari sekedar Mother’s day karena pada dasarnya adanya hari ibu nasional tidak terlepas dari perjuangan perempuan Indonesia saat itu. Peringatan hari ibu merupakan sebuah momentum kebangkitan bangsa. Ditinjau dari sejarah pada masa pra kemerdekaan yang dikutip dari buku Derap langkah Pergerakan Organisasi Perempuan Indonesia, kondisi perempuan mengalami subordinasi karena adat istiadat yang membelenggu kehidupan perempuan. Perempuan pada saat itu menjadi korban ketidakadilan berupa pernikahan dini, perkawinan paksa, poligami, menjadi selir bahkan buruh perempuan mengalami marginalisasi dengan diberikannya upah yang rendah.
Sejarah Hari Ibu
Pada tahun 1900 perjuangan perempuan masih bersifat kedaerahan atau perorangan seperti yang dilakukan oleh RA Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1901 adanya kebijakan dari Belanda yaitu Politik Etis atau politik balas budi yang salah satunya adalah edukasi dengan mendirikan sekolah-sekolah, akan tetapi sekolah Belanda tersebut hanya di ikuti oleh anak-anak kaum priyayi dan anak-anak dari Pamong Praja atau Pejabat Daerah. Saat itu adanya sekolah bagi perempuan hanya memberikan pendidikan Keterampilan berupa memasak, menjahit, melayani suami dan lain-lain yang muaranya ke ranah Domestik.
1902 didirikannya Sekolah Kedokteran STOVIA pertama di Jakarta, kemudian 20 Mei 1908 Organisasi Budi Utomo berdiri dan memprakarsai adanya organisasi perempuan pertama di Indonesia yakni Putri Mardika di tahun 1912 dengan memberikan pemahaman terhadap perempuan berupa pelajaran mengemukakan pendapat di muka umum dan menghilangkan rasa rendah diri pada perempuan. Di tahun selanjutnya 1913 berdiri organisasi Keutamaan Istri di Tasikmalaya dengan tujuan memberikan pendidikan untuk anak-anak gadis, disusul oleh aisyiyah yang berdiri pada 22 April 1917 di Yogyakarta. Namun masih ada tantangan dengan mengakarnya konstruk masyarakat yang menganggap perempuan hanya di ranah domestik.
1920 pertumbuhan organisasi perempuan meningkat, mulai bermunculan organisasi perempuan di berbagai daerah, akan tetapi masih belum ada organisasi perempuan skala nasional yang menyatukan berbagai organisasi kedaerahan. Barulah di Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 memantik perkumpulan perempuan untuk bersatu. 22-25 Desember 1928 Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta dan dihadiri oleh 7 perkumpulan pergerakan perempuan Indonesia seperti Wanita Taman Siswa, Wanita Utomo, Jong Islamieten Bond Dames, Jong Java, Wanita Katolik, Aisyiyah dan Poetry Indonesia.
Kongres Perempuan Indonesia I menghasilkan keputusan Terbentuknya Organisasi Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) kemudian Satu tahun setelahnya berganti menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPPII). 20-24 Juli 1935 Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta yang menghasilkan Konsep Ibu Bangsa. Dalam artian perempuan memiliki kewajiban menumbuhkan generasi baru yang sadar akan bangsanya. Selang 3 tahun, 23-27 Juli 1938 Kongres Perempuan Indonesia III yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan keputusan di tanggal 22 Desember tiap tahunnya diperingati sebagai Hari Ibu Nasional dengan Keputusan Presiden No 316 tentang hari-hari nasional.
Kongres Perempuan Indonesia terakhir pada tanggal 25-28 juli 1941 diadakan di Semarang dan setelah itu terjadi perang Pasifik pada 8 Desember 1941 yang membuat Belanda menyerah kepada Jepang. Setelah Indonesia berpindah tangan ke Jepang semua organisasi dibubarkan sehingga berdampak pada memudarnya konsep ibu bangsa dan tergantikan oleh Konsep Ibuisme melalui adanya Dharma Wanita yang dibentuk oleh Soeharto. Pada era Orde Baru menguatnya konstruk perempuan hanya sebagai Ibu dan Istri.
Refleksi Spirit Hari Ibu
Adanya Pergeseran makna hari ibu yang terjadi perlu untuk diluruskan dengan menyebarluaskan pemahaman terkait hari ibu sehingga dengan begitu kita turut mengembalikan makna hari ibu yang sebenarnya. Karena memang faktanya, hingga hari ini peringatan hari ibu terlihat kurang sejalan dengan makna penetapannya di masa lalu, Hari ibu merupakan sebuah momentum perayaan untuk mengapresiasi peran sentral yang dimainkan oleh ibu dalam membangun bangsa.
Hari Ibu sebagai moment refleksi dan menjadi peluang untuk membangun kesadaran akan hak-hak perempuan yang masih perlu untuk di perjuangkan bersama. Sebagai warga negara, perlu untuk mengambil peran aktif dalam memupuk apresiasi terhadap peran perempuan, baik dalam ranah keluarga, masyarakat, maupun negara. Dengan memahami dan menghargai kontribusi mereka, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan merata bagi semua. Sehingga, pada Hari Ibu ini, marilah kita bersama-sama merenung, menghargai, dan merayakan keberagaman serta kekuatan perempuan Indonesia. Peringatan ini bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih cemerlang dengan melibatkan perempuan sebagai pilar utama pembangunan dan kemajuan bangsa.