preloader
IMM Renaissance FISIP UMM
Jl. Mulyojoyo, Dusun Jetak Lor, RT 01/RW 01, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang
Kontak
Email: immfisip.umm@gmail.com
Telepon: +62 831-3005-2439

Resolusi Gerakan IMM untuk Reforma Agraria

Oleh: Luthfi Fairuza Maris*

Latar Belakang Reforma Agraria

Reforma agraria secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu ager yang artinya sebidang tanah, bahasa Inggris acre, kata bahasa Latin Aggrarius meliputi arti yang ada hubungannya dengan tanah, pembagian atas tanah terutama tanah umum, bersifat perdesaan. Kata reform merujuk pada perombakan, mengubah dan menyusun atau membentuk kembali sesuatu menuju perbaikan.

Istilah Landreform pertama kali dicetuskan oleh Lenin dan banyak digunakan di negara komunis pada saat itu untuk memikat hati rakyat dan petani yang menderita karena tekanan tuan tanah, untuk kepentingan politis dan revolusioner. Jadi pengertian reforma agraria adalah penataan ulang kepemilikan dan pengusaan tanah termasuk sumber-sumber agraria (terutama tanah) kepada petani, buruh tani, dan rakyat dengan ekonomi minim. Namun redistribusi atau reforma agraria ini tidak akan berhasil tanpa didukung oleh program-program pendukung seperti pendidikan, pemasaran, penyuluhan, pengairan, perkreditan dan sebagainya.

Perwujudan reforma agraria didukung oleh negara melalui Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 yang dilahirkan pada era kepemimpinan Soekarno melalui sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpinnya. Tentu saja lahirnya UUPA memiliki latar belakang dan prinsip-prinsip, yaitu: Pertama sebagai wujud implementasi dari Konstitusi tertinggi NKRI UUD 1945 pada Pasal 33 yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”; Kedua, Pembaruan hukum agraria kolonial menuju hukum agraria nasional; Ketiga, mengakhiri penghisapan feodal dan perombakan struktur penguasaan tanah; Keempat, Penghapusan hak asing dan konsesi kolonial atas tanah di Indonesia.

Tanah dalam Sejarah Perkembangan Masyarakat

Mengurai sejarah perkembangan masyarakat memiliki beragam metode dan literatur. Salah satu rujukan literaturnya adalah Karya Friedrich Engels yang berjudul Asal Usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara. Sejarah perkembangan masyarakat ditandai dengan ditemukannya beragam corak dan alat produksi, salah satunya Tanah. Tanah merupakan salah satu sasaran produksi sekaligus menjadi alat produksi untuk bertahan hidup dan menyambung kehidupan masyarakat dunia.

Tanah yang pada zaman komunal primitif (±10.000 SM) menjadi sasaran produksi yang digunakan untuk bercocok tanam, yang semulanya pada zaman tersebut manusia masih bergantung pada alam baik melalui berburu dan meramu, dengan kemajuan ilmu pengatuan, akumulasi pengalaman, dan surplus dalam produksi, maka pengolahan tanah dan bercocok tanam dipelajari dan dikembangkan, binatang pun dijinakkan.

Hasil dari tanah (Padi, Gandum, dll) yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup secara subsistance, pada akhirnya bergeser ke pemenuhan untuk masing-masing individu, dan menjadi komoditi yang dipertukarkan sebelum diperkenalkan uang sebagai alat tukar. kemajuan besar produksi komunal primitif lahir sebagai akibat dari pembagian kerja, keluarga-keluarga yang berdiri sendiri, dan penciptaan kepemilikan perseorangan yang menyebabkan lahirnya pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan.
Pembagian kerja atau spesialisasi pun lahir.

Didorong oleh pembagian kerja baru, setiap keluarga-keluarga mulai menjalankan produksi bebas sendiri-sendiri. Pertukaran barang antar suku dan masyarakat meluas. Kepala suku yang mengawasi tanah dan berbagai alat produksi kerap kali memegang otoritas dalam pertukaran barang antar suku, perlahan-lahan mulai menguasainya untuk keuntungannya sendiri.

Kepemilikan perseorangan atas tanah dan alat produksi lainnya kemudian lahir. Tahanan perang, hasil dari peperangan antar suku, yang sebelumnya dibunuh dibiarkan hidup dan dipekerjakan layaknya budak. Mereka mengerjakkan tanah tuannya, di samping bekerja untuk dirinya sendiri. Komunal primitif akhirnya mengalami pergeseran, klas budak pun lahir, dan masyarakat komunal digantikan oleh sebuah sistem kerja paksa.

Seiring berjalannya waktu tanah menjadi salah satu alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan menjadi alat produksi utama dalam masyarakat. Dalam fase inilah masyarakat memasuki babak baru perkembangannya menjadi masyarakat feodalis. Secara etimologi, feodal berasal dari kata feodum yang artinya tanah.

Dalam puncaknya, feodalisme memiliki ciri pokok yakni monopoli tanah. Kelas yang memonopoli tanah ini disebut sebagai tuan tanah. Adapun jenis produksi yang dominan dalam fase ini adalah pertanian dan peternakan. Sedangkan struktur kelas yang terbangun, di kelas pemilik alat produksi ada Raja, Rohaniawan, dan penguasa-penguasa kecil (Vassal).

Sementara kaum yang bekerja, berproduksi, disebut dengan hamba, yang sebagian besar terdiri dari para budak dan petani penggarap. Bentuk penindasan terhadap kaum hamba ini berupa kerja wajib, seorang hamba mengerjakan milik tuan tanah, dan kemudian sebagian besar terkadang seluruh hasilnya diserahkan kepada tuan tanah. Di zaman inilah petani dieksploitasi sebesar-besarnya oleh tuan budak

Waktu terus bergulir, perdagangan semakin masif mendukung perluasan pasar sebesar-besarnya dan juga kerja-kerja produksi tidak hanya dilakukan di negara produsen saja. Para pemilik alat produksi pun meluaskan lahan garapannya dengan dalih penjelajahan ke benua lain, disinilah cikal bakal terlahirnya kolonialisasi. Bahkan pembagian tanah jajahan mereka hanya berdasarkan selembar peta, mereka adalah kerajaan portugis dan spanyol yang merupakan dua kerajaan katholik terbesar di dunia.

Dua kerajaan terbesar itu juga didukung oleh pihak gereja bahkan oleh paus sendiri. Sekaligus sebagai media penyebarluasan agama yang dikenal dengan 3G (Gold, Glory, Gospel) yang artinya ‘Kekayaan, Kejayaan, dan Penyebarluasan agama’. Disamping itu penjajahan oleh kerajaan-kerajaan raksasa ini didukung oleh kemajuan teknologi dan percepatan ilmu pengetahaun di eropa, yang dilandaskan pada ideologi Kapitalisme. Kapitalisme merupakan buah dari konsep ekonomi liberal oleh adam smith. Kapitalisme sangat mendukung adanya perluasan pasar, akumulasi kekayaan, dan perluasan daerah produksi.

Di Indonesia yang dulunya Hindia Belanda pun merasakan penjajahan oleh berbagai negera kapitalisme dari spanyol, portugis, inggris, belanda hingga jepang. kebijakan yang dihasilkan juga banyak bersentuhan langsung dengan tanah sebagai alat dan sasaran produksinya. Seperti, sistem sewa tanah (Landrente), kerja rodi, sistem tanam paksa (Cultuur Stelsel), UU Agraria (Agrarische Wet), Politik Etis, dan sebagainya.

Sangat jelas mengapa Indonesia menjadi sasaran ekploitasi oleh negara penjajah, dikarenakan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya yang melimpah. Perlawan terhadap penjajah pun terhitung telah terjadi lebih dari ratusan pemberontakan oleh petani, dari perang Diponegoro, pemberontakan Ciomas 1886, pemberontakan petani banten 1888, perlawanan si pitung, gerakan rakyat samin, peristiwa entong gendung 1916, perisriwa Cimareme 1919, sampai pemberontakan Sarekat Islam Lokal, dan pemberontakan lainnya.

Kondisi Agraria di Indonesia

Sejak kita menduduki bangku sekolah dasar (SD) sampai duduk di bangku perguruan tinggi sering kita mendengar Indonesia merupakan negeri agraris. Pada kenyataannya, Indonesia dalam laporan BPS (Badan Pusat Statistik) 2 tahun silam tercatat memiliki 8.186.469 Hektar tanah yang difungsikan sebagai sawah (Wetland), baik sawah irigasi maupun sawah non irigasi. Sawah tersebut harus dibagi rata untuk dikelola 26.135.469 keluarga petani sehingga per keluarga hanya dapat menguasai 0,31 Hektar.

Angkat tersebut sangat jauh dari pada jumlah minimum yang ditelurkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria.Batas minimum kepemilikan tanah seluas 2 Ha (dua hektar) yang diatur dalam butir (8) Penjelasan Umum UU No. 56 Prp Tahun 1960. Data lainnya untuk menggambarkan betapa kontradiksinya negeri agraris dapat dilihat kepemilikan tanah di DIY yang rata-rata hanya 0,2 Hektar yang mana lahan seluas itu hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup selama 2 bulan. Meski dengan angka berbeda , Prof. Dr. Ir. Lutfi Nasoetion, Wakil Kepala BPN mengungkapkan bahwa kepemilikan lahan petani di pulau jawa berkisar 0,3-0,4 hektar, sedangkan lahan pertanian di luar pulau jawa rata-rata 1 hektar.

Perampasan-perampasan lahan dan penggusuran secara besar-besaran akhir-akhir ini marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah atas nama kepentingan umum meggunakan dalih tersebut untuk melancarkan cara-caranya secara normativ. Contoh paling sederhana, di Yogyakarta, misalnya, dalam kasus pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) era Joko Widodo.

Pemerintah menggunakan dalih kepentingan umum untuk merampas tanah petani di daerah kulon progo dan sekitarnya. Alasannya pembangunan negara merupakan kebutuhan masyarakat banyak, dilain sisi dengan dalih bandara yang sudah overload jam penerbangan dan jumlah penumpangnya, hal tersebut menjadi rasionalisasi yang paten bagi pihak penguasa.

Padahal prinsip kepentingan umum seharusnya tidak boleh dimiliki perorangan atau swasta, di sisi lain prinsip kepentingan umum tidak boleh berunsur komersil dan meraup keuntungan. Jika dilihat dari kasus ini, jelas NYIA tidak hanya dibangun atas kepentingan negara, tetapi juga mendapatkan suntikan dana sebesar $500 Juta dari investor India, yaitu GVK Power & Infrastructure.Selain itu, dengan adanya regulasi terkait konsinyasi membuat pemerintah dengan leluasa menggunakan dalil tersebut sebagai bentuk pengguguran tanggung jawabnya atas ganti rugi penggusuran terhadap petani disana.

Pelanggaran secara yuridis di sektor agraria berdampak pada aspek sosial petani yang mengalami penggusuran di Kulon Progo, yaitu: Pertama, petani kehilangan pendapatan tetapnya karena pemerintah hanya mengganti rugi berupa nominal uang tanpa memberikan jaminan layaknya pendapatannya sebelumnya; Kedua, Petani diberikan jaminan kerja untuk menjadi buruh pembangunan bandara, pertanyaannya “Apakah petani (rata-rata jenjang pendidikan SD) bisa masuk kedalam persaingan dan standarisasi dunia kerja?” Sekalipun diberikan pelatihan, tapi belum ada jaminan untuk mereka bekerja ditambah UU No. 13 tahun 2003 yang sangat pro terhadap kebijakan upah murah dan persaingan terbuka; Ketiga, Kalaupun para petani diberikan jaminan kerja sebagai buruh pembangunan bandara, yang menjadi pertanyaannya “Apakah pasca pembangunan bandara selesai, para buruh bisa melanjutkan kerja di tempat tersebut dan mampu memenuhi kebutuhan jangka panjang layaknya ketika mereka menjadi petani?”.

Resolusi Gerakan IMM

Landasan Gerakan dan Kerangka Teori Perjuangan

Upaya gerakan IMM untuk mewujudkan reforma agraria tentu tidak lepas dari implementasi atas seruan konstitusi tertinggi umat Islam yaitu Al-Qur’an. Kemudian landasan gerakan IMM tersebut diejawantahkan melalui poin-poin prinsipil yakni Nilai Dasar Ikatan (NDI), karena Nilai Dasar Ikatan IMM merupakan pondasi pijakan kader untuk mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada, dalam hal ini; Pertama, pada poin “Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalah lawan besar gerakan IMM, dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader IMM” pada poin itu sangat jelas bahwa IMM mendorong kadernya untuk terlibat secara aktif menghadapi persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di sekitarnya;

Kedua, pada poin “Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan beranggotakan individu-individu mukmin, maka kesadaran melaksanakan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggungjawab untuk mendakwahkan kebenaran di tengah masyarakat” artinya IMM sangat diupayakan berjuang atas kesadarannya untuk membumikan amar ma’ruf nahi mungkar dan tergerak individunya untuk membela kaum mustad’afin;

Ketiga, pada poin “Kader IMM adalah inti masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat, sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad” artinya selain mewujudkan cita-cita Muhammadiyah yaitu “Terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” IMM harus bisa memberikan terobosan-terobosan dan spirit pencerahan terhadap permasalahan keummatan sebagai bentuk cerminan praktek sang revolusioner sejati Muhammad SAW diselaraskan dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH).

Secara teoritik IMM yang menjadi eksponen gerakan dakwah Muhammadiyah dan bergerak diranah kemahasiswaan. Kader IMM juga harusnya menjalankan fungsi intelektual dengan semestinya. Menurut gramsci “Kita dapat mengatakan semua orang adalah intelektual, tetapi tidak semua orang memiliki fungsi intelektual”. Gramsci melalui teori intelektual organik, berpendapat bahwa intelektual organik haruslah menciptakan hubungannya dengan kelompok sosial tertentu dan memberikan persamaan serta kesadaran tentang fungsi keintelektualannya, bukan hanya dalam bidang ekonomi tapi juga politik. Intelektual organik bisa berasal dari mana saja, bahkan bisa berasal dari kaum borjuis yang memihak kepada kaum tani. Dengan kata lain kaum intelektual melalui ilmunya harus bisa membebaskan kaum tertindas terhadap belenggu kaum yang menindas.

Konsep dan Langkah-Langkah Pembangunan Gerakan
a. Menentukan Sasaran dan Lokasi

Dalam hal ini mahasiswa memiliki modal dasar untuk menentukan sasaran objek investigasi, melalui pendekatan tri dharma perguruan tinggi salah satunya pengabdian. Pendeketan melalui Kuliah Kerja Nyata dan Departemen Pemberdayaan Masyarakat bisa membantu dalam hal bersentuhan langsung dengan objek investigasi. Akademisi punya akses yang besar jika menggunakan jalur-jalur akademik tanpa kesulitan dan dihambat oleh pihak-pihak tertentu. Terlebih dengan akses internet yang mumpuni dan portal online yang melimpah setidaknya berita-berita terkait permasalah tani bisa mudah ditemui.

b. Investigasi turun lapang

Tahapan investigasi merupakan salah satu strategi awal sebelum menganalisa kondisi objektif yang akan kita pecahkan. Untuk menganalisa kondisi objektif tersebut dibutuhkan form yang nantinya menjadi acuan dan tuntunan kita untuk mengetahui kondisi objektif sebelum kita menentukan sikap apa yang akan kita ambil. Setelah itu barulah kita turun investigasi, diperlukan taktik dan seni investigasi yang ampuh dengan cara meminta data pada subjek (contoh: kepala dusun, atau petani di daerah tersebut) yang terlibat praktek atau bertemu langsung dengan instansi yang mengolah data dan memintanya dengan cara yang santun dan alasan yang logis. Disini kader IMM dituntut untuk bisa berperan aktif agar kemudian bisa mengambil hati subjek agar memudahkan cara-cara pendekatan kedepannya. Alternatif lainnya IMM bisa membuat program K2HR (Keinginan, Kebutuhan, Harapan Rakyat) untuk mengakumulasi kebutuhan-kebutuhan rakyat kedepannya.

c. Pengolahan Data

Pasca investigasi turun lapang, data tersebut bisa diolah dan menemukan konklusi problem pokek apa yang terjadi terhadap petani tersebut dan kebutuhan mendasar apa yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan kedepannya. Pasca menetapkan problem pokok yang bisa diolah, tim advokasi IMM sudah bisa menentukan langkah-langkah strategis kedepannya.

d. Langkah Strategis

IMM bisa menentukan langkah strategis kedepan, yang terpenting dalam sebuah perjuangan dan advokasi adalah edukasi. Edukasi dan pemberdayaan terhadap ekonomi kreativ sudah biasa diberikan oleh instansi-instansi tertentu. Edukasi yang terpenting adalah kesadaran kelas dan problem pokok yang mereka hadapi baik dari aspek hukum, sosial, politik, dan budaya. Bukan hal yang sebentar dalam penyadaran terhadap permasalahan yang mendasar. Pendidikan lainnya bisa melalui penyadaran mental terhadap stigma-stigma yang membuat mereka merasa inferior, bodoh, dan tak mampu apa-apa selain bertani. Sembari memberikan penyadaran yang berkelanjutan, program-program taktis semacam ekonomi kreatif, pemberdayaan sumber daya manusia, pelatihan skill dan sebagainya bisa diberikan untuk mengikat dan mengambil hati rakyat sembari memenuhi kebutuhan sementara mereka, terlebih para petani yang sudah tidak ada kerjaan pasca digusur dan dipecat sebagai buruh tani. Sembari memberikan penyadaran-penyadaran ada baiknya mereka dibentengi melalui jalur litigasi terlebih dahulu, seperti menjalin kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan instansi hukum lainnya. Agar mereka dapat dibela secara maksimal dan menciptakan gelombang-gelombang perlawanan melalui jalur hukum. Tim advokasi juga harus mampu membuat pemetaan untuk menentukan siapa kawan, siapa lawan perjuangan rakyat agar dalam menentukan strategi dan taktik kedepannya bisa terarah dengan tepat. Yang terakhir untuk menjaga konsistensi perjuangan teman-teman IMM, bisa diikat dengan membentuk desa binaan dengan syarat sudah terbangunnya ikatan yang kuat dengan rakyat sekitar, program strategis berkelanjutan, dan mampu menjawab kebutuhan mereka selama masa perjuangan.

*Luthfi Fairuza Maris kader IMM Renaissance FISIP UMM yang berasal dari Padang. Ia merupakan Ketua Bidang Hikmah IMM Renaissance pada periode 2017-2018. Saat ini sedang menekuni dunia gerakan. Ia juga sedang menempuh program studi S1 Ilmu Komunikasi UMM konsentrasi Jurnalistik

Sumber-sumber:

https://www.academia.edu/9524718/Reforma_Agraria_Sejarah_Konsep_dan_Implementasi (diakses pada tanggal 10 September 2018)

Dikutip dalam website resmi Konsorsium Pembaruan Agraria

Sejarah Perkembangan Masyarakat dan dasar rujukannya (Prasetyo 2015:122)

Disampaikan pada Sekolah Gerakan IMM Malang Raya

Kolonialisme dan pembagian lahan jajahan oleh dua belah pihak kerajaan (Hardiyanto 2005:3)

Pemberontakan petani (Hardiyanto 2005:17)

Buku Statistik Data Lahan Pertanian Tahun 2012-2016

Sensus Pertanian 2013

Data kepemilikan tanah di DIY (Hardiyanto 2005:3)

Data dan Dokumen Proyek Pembangunan NYIA oleh Jogja Darurat Agraria

https://tirto.id/minim-pekerjaan-untuk-warga-tergusur-di-bandara-baru-yogyakarta-cU5v (diakses pada tanggal 12 September 2018)

https://tirto.id/untuk-bekerja-di-bandara-nyia-diserahkan-pada-pertarungan-terbuka-cU5S (diakses pada tanggal 12 September 2018)

Author avatar
IMM Renaissance

Post a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *