preloader
IMM Renaissance FISIP UMM
Jl. Mulyojoyo, Dusun Jetak Lor, RT 01/RW 01, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang
Kontak
Email: immfisip.umm@gmail.com
Telepon: +62 831-3005-2439

HAM sebagai Problematik Kontemporer yang Tak Kunjung Usai

Era kontemporer ini  banyak sekali isu tentang HAM (hak asasi manusia) yang problematik belum dapat terselesaikan di bumi pertiwi ini. Seperti yang kita ketahui, pemerintah belum dapat menyelesaikan segala problematik hak asasi manusia, seharusnya sebagai pemegang kebijakan dapat diselesaikan secara tanggap.

Setahun belakangan ini muncul kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia yaitu Tragedi Kanjuruhan di Malang atau yang dikenal sebagai Kanjuruhan Disaster yang disebabkan oleh tembakan gas air mata oleh oknum aparat ketika pendukung sejati Arema FC, Aremania. Awalnya, terjadi tindakan anarkis di Stadion Kanjuruhan yang disebabkan Arema kalah telak dengan Persebaya. Dalam kejadian itu menyebabkan ratusan pendukungnya meninggal.

Selain peristiwa Tragedi Kanjuruhan, juga terjadi kasus kekerasan oknum aparat terhadap warga Wadas yang menolak penambangan Batu Andesit untuk proyek Bendungan Bener dengan cara ditendang maupun dipukul bahkan secara langsung dimasukan ke penjara tanpa melalui proses peradilan hukum. Selanjutnya kasus penembakan Ferdy Sambo terhadap Brigadir J yang mengakibatkan nyawa Brigadir J  tewas secara mengenaskan. Hal tersebut  sangat melanggar hak asasi manusia karena penghilangan hak untuk hidup maupun hak memperoleh keadilan. Sebenarnya masih banyak lagi kasus problematik HAM yang belum terselesaikan di negeri ini.  

Kurang Tegas  Pemerintah  Menegakkan HAM

Dalam menegakkan hak asasi manusia di era kontemporer ini Pemerintah Indonesia harusnya dapat menegakkan sesuai aturan yang berlaku. Dilihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Indonesia, bahwa pemerintah harus tegas jika berbicara soal pelanggaran HAM. Selain itu, konsistensi penegakan hak asasi manusia sejak tahun 2019 hingga sekarang belum mengalami kemajuan yang signifikan.

Meskipun sudah ada komitmen dan rencana untuk menindaklanjuti perbaikan  kondisi  terhadap penegakan HAM yang didesentralisasikan melalui Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta Nawacita namun belum menunjukkan pencapaian yang membanggakan. Dari pernyataan itu dapat kita ketahui bahwasanya pemerintah Indonesia masih belum tegas dalam menerapkan penegakan HAM bahkan terbilang tidak efisien  apalagi banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dalam menguatkan penerapan kebijakan perlindungan HAM.

Keberadaan regulasi yang ada pun tidak sesuai pada standar prosedur operasional prinsip hak asasi manusia. Jika mengacu pada kontrak sosial  perspektif John Locke pada Karyanya “The Two Treatise Of Civil Government and A Letter Concerning  Toleration” yang menjelaskan bahwasanya tujuan negara dibentuk yaitu  melindungi hak-hak warga negara. Sehingga hak warga negara dalam hak asasi manusia dapat  ditengok secara berkeadilan seutuhnya.

Keterlibatan  Militer  Ikut Campur Terhadap Demokrasi

Sebenarnya  dalam fenomena sosial di Indonesia kendala problematik penerapan HAM salah satunya adanya hubungan civil military yang kurang sehat dimulai. Fenomena ini dimulai sejak era orde baru. Militer sangat ikut campur dalam hal demokrasi terutama dalam politik terlihat  pada prakteknya, militer berperan penuh dalam  mengikuti dunia politik bahkan sebagai kaki tangan pemerintah. Saat masa kepemimpinan Pak Harto, militer tampil secara percaya diri untuk mengendalikan kekuasaan karena adanya dwi fungsi ABRI guna memberantas ideologi yang tidak sesuai dengan kebijakan yang bertentangan dengan kehendak pemerintah bahkan dalam hal ini banyak sekali terjadinya pelanggaran HAM.

Setelah Reformasi, dwi fungsi ABRI dibubarkan. Ditandai dengan adanya pemisahan antara instansi TNI maupun POLRI sebagai instansi yang berdikari. Meskipun begitu, peranan militer ketika Era Soeharto masih terasa sampai sekarang karena militer masih banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal itu ditunjukan  pada saat tahun 2014 terjadinya konflik agraria  antara kaum petani dengan oknum aparat militer di Kebumen. Tujuannya untuk menguasai lahan warga sipil dengan melakukan tindakan represif maupun diskriminasi.

Di sisi lain hal itu seharusnya secara sehat militer tidak melakukan hal  tersebut karena tidak mencerminkan tindakan yang manusiawi. Bahkan dalam hal ini sepatutnya, militer tidak boleh masuk ke ranah sipil sesuai dalam tugasnya militer hanya bertugas di barak saja, dan tidak boleh ikut campur dalam urusan politik, serta melindungi keutuhan pertahanan negara dengan menghormati kewenangan dari sipil. Sedangkan sipil berurusan dengan politik bernegara maupun urusan pemerintahan serta  ikut mendanai serta mendukung tugas fungsional militer secara sehat. Sehingga dapat  terciptanya hubungan civil military yang sehat untuk mewujudkan negara yang demokratis.

Maka dari itu, sangat penting penegakan HAM untuk diterapkan di negeri bumi pertiwi tercinta ini. Supaya ibu pertiwi tidak sedih dan dapat melihat keadilan di negerinya untuk warganya. Kembali ke hakikatnya, HAM sejatinya hak yang melekat di dalam setiap individu-individu manusia sejak lahir tanpa adanya diskriminasi maupun tindakan yang merugikan.

“Being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions.” ― John Locke, Second Treatise of Government

 

Mohammad Nashiir

Kader IMM Komisariat Renaissance FISIP UMM

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Author avatar
IMM Renaissance

Post a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *