Oleh: Muhammad Mirza Irfan Bareza
Yaa Rasul, aku harus bagaimana?
Disetiap ujian hidup, engkau tersenyum dan berbahagia.
Disetiap cemooh kau tanggapi dengan sabar, hingga suatu hari ketika cemooh itu tiada sehari, engkau malah mencarinya.
Yaa Rasul, aku harus bagaimana?
Seringkali, aku merasa menjalani amanah begitu sulit. Menjadi khalifah begitu susah.
Aku melihatmu menjalani hidup dengan amanah Allah sebagai rasul begitu ringan. Sabar dan sholat selalu menjadi penolongmu.
Yaa rasul, aku harus bagaimana?
Apa yang aku hadapi saat ini, tentu jauh dari ujian yg engkau hadapi.
Maafkan umatmu ini yang sering merasa berat dengan amanah menjadi sebagian manusia yg amar ma’ruf dan nahi munkar.
Yaa Rasul, aku harus bagaimana?
Tuhan pemilik Alam Semesta mengutusmu untuk menjadi suri tauladan kami.
Namun, seringkali kami hanya meniru darimu hal-hal yang kami rasa “enak” dan instan duniawi. Tidak kaffah kami mengikutimu.
Yaa Rasul, aku harus bagaimana?
Mata ini sangat jarang meneteskan air mata selayaknya engkau yang masih memohon dan bersujud setiap malam kepada-Nya. Mata ini seringkali menangisi hal-hal duniawi tak bermakna.
Yaa Rasul, aku harus bagaimana?
Seringkali orang-orang yang ku ajak kebaikan menertawakan bahkan tak mengacuhkan kasat mata ataupun tidak.
Yaa Rasul, aku merindukanmu.
Seluruh hadist dan cerita sahabat yg mengisahkan dirimu, tak jarang membuat diriku rindu akan kahadiran dirimu. Engkau seorang manusia yang sangat dicintai Allah dan seluruh ciptaannya.
Yaa Rasul, aku kangen.
Ketika mendengar dirimu adalah pribadi yang ramah nan sabar, aku ingin bertemu dan memelukmu, menceritakan sekian banyak kisah hidupku kepadamu sambil nge-teh di Djule Kofie.
Yaa Rasulku, Muhammad. Semoga rindu, selawatku, dan rasa cintaku ini bisa engkau dengar disana. Maafkan umatmu satu ini yang engkau khawatirkan nasibnya sebelum engkau dipanggil-Nya. Maafkan jika aku sering mengeluh dan lupa bahwa rahmat Allah kita berdua selalu menyertai disetiap hela napas dan denyut jantungku. I luv yu.
