Oleh: Immawan Rio Andhika*
Sex dan Gender, feminis dan maskulinitas termasuk patriarki. Kedua hal tersebut ialah beberapa istilah yang sering ditemukan ketika belajar ketidakadilan dan diskriminasi gender. Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan sistem dan struktur dalam masyarakat. Perempuan maupun laki-laki menjadi korban dalam sistem tersebut. Namun tak bisa dipungkiri, bahwa perempuanlah yang lebih dominan terdiskriminasi.
Gender diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil bentukan (konstruksi) sosial budaya. Hal tersebut tertanam melalui proses sosialisasi gender, baik dalam keluarga (domestik) maupun lingkungan lainnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Perbedaan ini sangat penting, karena banyak awam yang mencampuradukkan atau justru membolak-balikkan istilah sex dan gender. “Sex” yang berarti hal-hal bersifat kodrati berdasar pada jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan itu melekat pada jenis kelamin tertentu.
Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung berupa perlakuan maupun sikap dan secara tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang menimbulkan berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki.
Diskriminasi gender yang dialami oleh perempuan tidak hanya disebabkan oleh dominasi laki-laki, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain. Tentunya yang ikut melegitimasi diskriminasi, adanya pandangan umum terhadap kedudukan perempuan berada dibawah kontrol laki-laki. Negara, budaya hingga pemahaman agama, turut memproduksi pandangan tersebut. Maka dari itu, kejelasan peran perempuan dan laki-laki menjadi perlu untuk mendobrak pandangan yang kurang tepat tersebut.
Banyak ditemukan kasus ketidakadilan dan kekerasan yang dialami oleh perempuan. Mulai dari ranah domestik hingga ranah publik. Ketidakadilan yang dialami perempuan masih kasat mata, utamanya pada sektor pendidikan dan pekerjan. Masih pula eksis anggapan bahwa perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi-tinggi. Cukup berkegiatan di ranah domestik (Kaca rias, dapur dan kasur) serta barisan kekerasan lainnya yang dialami perempuan. Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2017 menjelaskan jumlah kasus kekerasan yang telah terjadi. Kekerasan pada perempuan meningkat 74% dari pada tahun 2016. Jumlah kasus KtP (Kekerasan terhadap Perempuan) tahun 2017 sebesar 348.446, jumlah ini melonjak jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebesar 259.150.
Berdasarkan data-data yang terkumpul, jenis KtP yang paling menonjol masih sama seperti tahun sebelumnya. Adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ranah personal, yang mencapai angka 71% atau 9.609. Pada ranah pribadi, paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di ranah komunitas/publik dengan presentase 26% atau 3.528 dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan presentase 1,8% atau 217. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman gender oleh masyarakat sangatlah kurang sehingga menyebabkan terjadinya diskriminasi, terbukti dengan banyaknya kekerasan yang dialami perempuan. Kekerasan tersebut berupa kekerasan fisik, seksual (pencabulan, pelecehan dan pemerkosaan), psikis, serta ekonomi.
Pentingnya belajar gender itu sendiri tidak berarti untuk menjadi lebih unggul antara satu dari yang lainnya. Melainkan agar perempuan maupun laik-laki dapat hidup sebagai mitra yang saling melengkapi dan paham dengan apa yang dimaksud hal-hal yang bersifat kodrati (jenis kelamin), juga paham terkait gender yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. Sehingga mencipatakan kondisi “Gender Equality” artinya, perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
Pemahaman terkait gender sangatlah penting untuk kehidupan bersama perempuan dan laki-laki, menghapuskan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap perempuan serta majunya peradaban suatu bangsa. Wujud keadilan dan kesetaraan gender menjadikan perempuan dan laki-laki memiliki porsi serta peran yang sama terhadap akses penggunaan sumberdaya, berpartisipasi aktif dan produktif dalam pengambilan keputusan, dan dapat melakukan kontrol juga menerima manfaat dari hasil pembangunan.
*Immawan Rio Andhika adalah Ketua Umum IMM Renaissance FISIP UMM untuk periode 2018-2019. Ia gemar sekali membaca. Olahraga yang sangat ia gemari adalah lari. Hal tersebut terbuk dari beberapa penghargaan yang telah ia terima.